BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf
pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang
nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes
simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bisa
juga terjadi pasca infeksi campak, influenza, varicella, dan pasca vaksinasi
pertusis.
Klasifikasi ensefalitis didasarkan
pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab
ensefalitis adalah Staphylococcus aureus,
Streptococus, E.Colli, Mycobacterium,
dan T.Pallidium. Sedangkan
ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virus morbili,
virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B,
herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
B. Rumusan masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan encephalitis.
C.
Tujuan
Pembuatan Makalah
a. Tujuan Umum :
1. Membantu mahasiswa agar mampu memahami encefalitis,
baik secara perorangan maupun berkelompok.
b. Tujuan Khusus :
1) Membantu mahasiswa agar mampu memahami laporan
pendahuluan mengenai ensefalitis.
2) Membantu mahasiswa untuk mampu mengetahui penyebab
ensefalitis.
3) Membantu mahasiswa untuk mampu mengetahui perjalanan
penyakit ensefalitis.
4) Membantu mahasiswa untuk mengetahui tanda dan gejala
yang muncul pada penyakit ensefalitis.
5) Membantu mahasiswa agar mampu memahami asuhan
keperawatan ensefalitis
6) Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang ensefalitis
7) Akademik,
memperkaya khasanah keilmuan kesehatan umumnya, dan bidang kesehatan persarafan
khususnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh
berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi
peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula
spinalis.
Ensefalitis
adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari
ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang
disebabkan oleh enterovarius, mumps,
dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza,
varicella, dan pascavaksinasi pertusis.
Klasifikasi
ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut
dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus
aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium, dan T.Pallidium.
Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis),
virusmorbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie
A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
Ensefalitis adalah inflamsi
pada jaringan otak dan kemungkinan meninges. Invasi
susunan saraf pusat oleh virus dapat menimbulkan syndrome, berikut
ini :
a. Syndrome
meningitis→identik dengan meningitis aseptic.
b. Syndrome
ensefalitis→adanya gejala nyeri kepala, mengantuk sampai koma,demam delirium, paralisis otot dan
gagguan autonom. Pemulihan bisa terjadi,
tetapi biasanya ada gejala sisa seperti hemiplegia, gangguan tingkah laku dan
cacat mental.
c. Syndrome
radikular →adanya peningkatan khas protein tanpa pleositosis, otot-otot
lemah, otot proksimal sering lebih terkenan dari pada distal.
B.
Etiologi
a.
Virus
b.
Bakteri
c.
Jamur
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri
penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M.
Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain adalah keracunan
arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air.
Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat
terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi
sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi
encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
Infeksi
virus yang bersifat endemic
a. Golongan
enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan
virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern
equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer
encephalitis, Murray valley encephalitis.
Infeksi
virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
Encephalitis
pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia,
pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi
traktus respiratorius yang tidak spesifik. (Robin cit. Hassan, 1997)
C.
Tanda
dan Gejala
1. Suhu
yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran
dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang,
yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka)
5. Gejala-gejala
serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal
paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997)
6. Perubahan
perilaku
7. Gelisah
Inti dari sindrom Ensefalitis adalah
adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium,
bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks tendon
dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot
wajah.
D.
Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas,
dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh
tubuh dengan beberapa cara :
a. Lokal
: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ
tertentu.
b. Penyebaran
hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran
melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan selaput lendir dan
menyebar melalui system persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi
manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai
dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala,
muntah-muntah, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat
disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain
berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesaadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia, hemiparesis,
hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.
E.
Manifestasi
Klinis
Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai
dengan demam, sakit kepala, pusing muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstremitas, dan pucat. Kemudian di ikuti tanda ensefalitis yang berat
ringannya tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala tersebut
berupa :
a. Gelisah
b. Iritabel
c. Streming
attack
d. Perubahan
perilaku
e. Gangguan
kesadaran
f. Kejang
Kadang
disertai tanda neurologis fokal berupa :
a. Afasia
b. Hemiparesia
c. Hemiplagia
d. Ataksia
e. Paralisis
saraf otak
Tanda rangsangan meningela dapat terjadi bila
peradangan mencapai meningen. Ruam kulit kadang di dapatkan pada beberapa tipe
ensefalitis misalnya pada enterovirus dan varisela zoster.
F.
Komplikasi
Komplikasi
pada ensefalitis berupa :
1) Retardasi
mental
2) Iritabel
3) Gangguan
motorik
4) Epilepsi
5) Emosi
tidak stabil
6) Sulit
tidur
7) Halusinasi
8) Enuresis
9) Anak
menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.
G.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS)
1) Cairan
warna jernih
2) Glukosa
normal
3) Leukosit
meningkat
4) Tekanan
Intra Kranial meningkat
b.
Protein agak meningkat
c.
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/
urin
1) Sukar
oleh karena uremia berlangsung singkat
2) Dapat
membantu mengidentifikasikan daerah pusat infeksi dan penyebab infeksi
d.
CT Scan/ MRI
Membantu melokalisasi
lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel, hematom, daerah cerebral, hemoragic,
atau tumor.
H.
Penatalaksanaan
1. Isolasi
bertujuan mengurangi stimulus/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
2. Terapi
antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin
dianjurkan oleh dokter :
a. Ampicillin
: 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
b. Kemicetin
: 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
c. Bila
encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara
signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis.
Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan
dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
d. Untuk
kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
3. Mengurangi
meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
a. Mempertahankan
hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan anak.
b. Glukosa
20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set
untuk menghilangkan edema otak.
c. Kortikosteroid
intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema
otak.
4. Mengontrol
kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
a. Valium
dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
b. Bila
15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama.
c. Jika
sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip
dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan
ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan
(2-3l/menit).
6. Penatalaksanaan
shock septik
7. Mengontrol
perubahan suhu lingkungan
8. Untuk
mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai
pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan,
daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat
diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara
intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga
diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral. (Hassan, 1997)
BAB
III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Biodata
Umur : Penyakit ensefalitis dapat menyerang semua usia, insiden
tertinggi terjadi pada anak-anak
Jenis kelamin : Penyakit ensefalitis bisa terjadi pada laki-laki dan
perempuan
Bangsa : Umumnya untuk penyakit ensefalitis tidak mengenal suku bangsa,
ras.
2.
Keluhan
utama
a.
Demam
b.
Kejang
3. Riwayat kesehatan sekarang
Demam, kejang, sakit kepala, pusing, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstremitas, pucat, gelisah, perubahan perilaku, dan gangguan kesadaran.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan
tenggorokan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh:
Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E Coli dan
lain-lain.
B. Pola-Pola
Fungsi Kesehatan
1.
Pola persepsi
dan tata laksana hidup sehat
a.
Kebiasaan. Sumber air yang dipergunakan
dari PAM atau sumur, kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang
berdesaan (daerah kumuh)
b. Status
Ekonomi. Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
2. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme. Nafsu makan menurun
(anoreksia) nyeri tenggorokan dan Berat badan menurun.
b. Pola aktivitas. Nyeri ekstremitas dan keterbatasan
rentang gerak akan mempengaruhi pola aktivitas.
c. Pola istirahat dan tidur. Kualitas dan kuantitas akan
berkurang oleh karena demam, sakit kepala dan lain-lain, yang sehubungan dengan
penyakit ensefalitis.
d. Pola eliminasi. Kebiasaan Defekasi
sehari-hari, Biasanya pada klien Ensefalitis karena klien tidak dapat melakukan
mobilisasi maka dapat terjadi obstivasi. Kebiasaan BAK sehari-hari, Biasanya
pada klien Ensefalitis kebiasaan miksi normal frekuensi normal. Jika kebutuhan
cairan terpenuhi. Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi irine
akan menurun ,konsentrasi urine pekat.
e. Pola hubungan dan peran. Efek
penyakit yang diderita terhadap peran yang diembannya sehubungan dengan
ensefalitis, bisanya Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien
dengan Ensefalitis kurang, karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis
sampai koma.
f. Pola penanggulangan stress. Akan cenderung mengeluh
dengan keadaaan dirinya (stress).
C.
Pemeriksaan fisik
Setelah
melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan
fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
Pemeriksaan
fisik dumulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada klien ensefalitis
biasanya didapatkan peningkatn suhu tubuh lebih dari normal 39-49°C. Keadaan
ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak yang sudah
menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi
pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan
adanya infeksi pada system pernapasan sebelum mengalami ensefalitis. TD
biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
a.
B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan
otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan
pada klien ensefalitis yang sering disertai adanya gangguan pada system
pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi bunyi napas tambahan sperti ronkhi pada klien dengan ensefalitis
berhubungan akulasi sekreet dari penurunan kesadaran.
b.
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien ensefalitis.
c.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
1.
Tingkat Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien ensefalitis biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.
2.
Fungsi Serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Pada
klien ensefalitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
3.
Pemeriksaan Saraf Kranial
1) Saraf
I. Fungsi
penciuman biasanya tidak ada kelainan pada klien ensefalitis
2) Saraf
II. Tes ketajaman
penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan
terutma pada ensefalitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural
yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
3) Saraf
III, IV, dan VI.
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien ensefalitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut ensefalitis yang
telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil
akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien ensefalitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Saraf
V. Pada klien
ensefalitis didapatkan paralisis pada otot sehingga mengganggu proses
mengunyah.
5) Saraf
VII. Persepsi
pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis
unilateral.
6) Saraf
VIII. Tidak
ditemukan adanya tuli kondungtif dan tuli persepsi.
7) Saraf
IX dan X. Kemampuan
menelan kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.
8) Saraf
XI. Tidak ada
atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk
melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
9) Saraf
XII. Lidah
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecap normal.
10) Sistem
Motorik. Kekuatan otot
menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada ensefalitis tahap lanjut
mengalami perubahan.
4.
Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan reflex dada, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum
derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan pada klien
ensefalitis dengan tingkat kesadaran koma.
5.
Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya teremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu
klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis
disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan ensefalitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal
kortikal yang peka.
6.
Sistem Sensorik
Pemeriksaan sonsorik pada ensefalitis biasanya didapatkan perasaan raba
normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan
abnormal di permukaan tubuh, perasaan diskriminatif normal.
Peradangan pada selaput otak mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah
dikenali pada ensefalitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, yaitu ketika
adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme
otot-otot leher.\
d.
B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume keluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
e.
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya
kejang.
f.
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih
banyak dibantu orang lain.
D.
Diagnosa
Keperawatan Yang Sering Terjadi
1.
Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan
terhadap infeksi turun.
2.
Resiko tinggi perubahan perfusi
jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3.
Resiko tinggi terhadap trauma b/d
aktivitas kejang umum.
4.
Nyeri b/d adanya proses infeksi
yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5.
Gangguan mobilitas b/d penurunan
kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6.
Gangguan asupan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
7.
Gangguan sensorik motorik
(penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8.
Gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan sakit kepala mual.
9.
Resiko gangguan integritas kulit
b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10. Resiko
terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
E.
Intervensi
1.
Diagnosa Keperawatan I.
Resiko tinggi infeksi
b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil: Masa
penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen.
Intervensi :
a. Pertahanan
teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung.
Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder. mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder. mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
b. Abs.
suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .
c. Berikan
antibiotika sesuai indikasi R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan
sensitivitas individu.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN II
Resiko tinggi terhadap
trauma b/d aktivitas kejang umum.
Tujuan : Tidak terjadi
trauma
Kriteria hasil : Tidak
mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
a. Berikan
pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan, penghalang tempat tidur tetap
terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas. R/.
Melindungi px jika terjadi kejang, pengganjal mulut agar lidah tidak tergigit. Catatan:
memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
b. Pertahankan
tirah baring dalam fase akut. R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat
terjadi vertigo.
c. Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dan sebagainya.R/.
Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
d. Abservasi
tanda-tanda vital R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan
lanjutan.
3.
DIAGNOSA KEPERAWATAN III
Resiko terjadi
kontraktur b/d kejang spastik berulang.
Tujuan : Tidak terjadi
kontraktur.
Ktiteria hasil : Tidak
terjadi kekakuan sendi. Dapat menggerakkan anggota tubuh.
Intervensi :
a. Berikan
penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik, terjadi
kekacauan sendi R/. Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau
membantu program perawatan.
b. Lakukan
latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap R/. Melatih melemaskan
otot-otot, mencegah kontraktor.
c. Lakukan
perubahan posisi setiap 2 jam R/. Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan
perfusi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh.
d. Observasi
gejala kaerdinal setiap 3 jam R/. Dengan melakukan observasi dapat melakukan
deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan intervensi segera.
e. Kolaborasi
untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi R/. Diberi
dilantin / valium , bila terjadi kejang spastik ulang.
F.
Implementasi
Ensefalitis
disebabkan oleh infeksi virus yang memproduksi proses inflamasi di otak respon
dari proses tersebut akan menyebabkan perubahan fungsi neurologis. Untuk
keakuratan pengkajian status CNS pada anak, yaitu perubahan deteksi essensial
dan peningkatan menejemen klinik saat harus mengantisifasi peningkatan tekanan
intrakranial, meminimalkan faktor penularan, mempersiapkan pengobatan.
Anak harus dikaji secara berkala dari perubahan tingkat kesadaran atau kepribadian,
sakit kepala, kaku kuduk, perubahan pada nadi, respirasi, respon pupil dan
penurunan aktivitas. Temperatur anak harus dijaga pada keadaan normal. Demam
meningkatkan metabolisme cerebral dan
menekan metabolik. Anti pyeritik, kompres dingin dan hangat suam-suam
kuku mungkin menjadi dasar tindakan pada hypotermi. Gunakan selimut, jika
dengan selimut masih tetap hipotermi maka perawat harus memonitor temperatur tubuh anak setiap jam untuk mengetahui
cepat lambatnya hipotermi kondisi kulit anak harus sering dikaji karena
sirkulasi perifer menurun.
G.
Evaluasi
a. Apakah ada
peningkatan status neurologis pada anak?
b. Apakah
tanda-tanda vital ada pada batas normal pada anak?
c. Apakah orang
tua dapat mengatakan pengertian, proses penyakit secara nyata dan follow up apakah yang
dibutuhkan?
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan :
a. Ensefalitis adalah
infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada
encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput
pembungkus otak dan medula spinalis.
b. Etiologi
: Virus, Bakteri, dan Jamur.
Berbagai macam
mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa,
cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah
Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum.
c. Inti
dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi
tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia,
hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda Babinski, gerakan
involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.
d. Patofisiologi
: Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh.
e. Manifestasi
klinis : Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai dengan demam,
sakit kepala, pusing muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan
pucat. Kemudian di ikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari
ditribusi dan luas lesi pada neuron.
f. Komplikasi
pada ensefalitis berupa :
1. Retardasi
mental
2. Iritabel
3. Gangguan
motorik
4. Epilepsi
5. Emosi
tidak stabil
6. Sulit
tidur
7. Halusinasi
8. Enuresis
9. Anak
menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.