Rabu, 13 Februari 2013

hemoragic post partum



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hemoragic Post Partum.
Hemoragic post partum (perdarahan postpartum) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (William,1981). Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.
Namun, menurut Doengoes (2001), perdarahan postpartum adalah hilangnya darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan.
Dengan pengukuran kuantitatif, ternyata batasan tersebut tidak terlalu cepat, karena terbukti bahwa darah yang keluar pada persalinan per vaginam umumnya lebih dari 500 ml, dan ini merupakan salah satu penyebab mortalitas pada ibu.
Perdarahan postpartum dapat dibagi menajadi dua.
1.      Perdarahan postpartum awal (sampai 24 jam setelah kelahiran)
2.      Perdarahan postpartum lambat (sampai 28 jam setelah kelahiran).

B.     Pemeriksaan Untuk Mendiagnosa Perdarahan Post Partum
1.      Anamnesis
Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese) 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.
Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya.
Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya. Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan kepada kita.
Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut:
a.       Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis)
b.      Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)
c.       Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko)
d.      Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
e.        Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)
f.       Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya

Riwayat obstetric:
a.       Riwayat menstruasi meliputi: menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya, keluhan waktu haid, HPHT.
b.      Riwayat perkawinan meliputi: usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai hamil.
c.       Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.
d.      Riwayat hamil meliputi: waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta.
e.       Riwayat persalinan meliputi: tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.
f.       Riwayat nifas meliputi: keadaan luka, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi.
g.      Riwayat kehamilan sekarang.
1)      Hamil muda, keluhan selama hamil muda.
2)      Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.
Riwayat antenatal care meliputi: dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat.
2.      Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda-tanda vital:
a.       Suhu badan. Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia.
b.      Denyut nadi. Nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
c.       Tekanan darah. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.
d.      Pernafasan. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.

Pemeriksaan Khusus:
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi:
a.       Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan), ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
b.       Sistem vaskuler:
1)      Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya.
2)      Tensi diawasi tiap 8 jam.
3)      Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.
4)      Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan.
5)      Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.
c.       Sistem Reproduksi
1)      Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya.
2)      Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau.
3)      Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas.
4)      Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak.
5)      Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum.
6)      Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi).
d.      Traktus urinarius.Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain.
e.        Traktur gastro intestinal.Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.
f.        Integritas Ego: mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.

Pemeriksaan penunjang
a.       Golongan darah: menentukan Rh, ABO, dan percocokan silang.
b.      Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil: 37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000).
c.       Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pasca partum.
d.      Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih.
e.       Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID Sonografi: menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
C.    Etiologi Hemoragic Post Partum
Atonia Uteri
Adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
Faktor predisposisinya adalah sebagai berikut:
1.      Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak terlalu besar.
2.      Kelelahan karena persalinan lama.
3.      Kehamilan grande-multipara
4.      Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
5.      Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim
6.      Infeksi intrauterine (korioamnion)
7.      Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya

D.    Tanda Dan Gejala Hemoragic Post Partum
Diagnosis ditegakkan setelah bayi dan plasenta lahir tenyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

E.     Patofisiologi Hemoragic Post Partum
Dalam persalinan, pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

F.     Working Diagnose
Berdasarkan gejala – gejala yang timbul pada pasien dalam skenario, pasien tersebut menderita perdarahan pasca persalinan (et causa atonia uteri).
Post Partum Hemoragic/Perdarahan Pasca Persalinan:
Klasifikasi perdarahan postpartum:
1.      Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemaragic), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama.
2.      Perdarahan Post Partum Sekunder/lambat (late postpartum hemoragic), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.
3.      Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
4.      Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. Perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
5.      Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah urin keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
6.      Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta

G.    Manifestasi klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a.       Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.
b.      Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.

c.       Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
d.      Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e.       Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
I.       Penatalaksanaan Hemoragic Post Partum
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga secara aktif, yaitu:
1.      Menyuntikan Oksitosin
a.       Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.
b.      Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah.
2.      Peregangan Tali Pusat Terkendali
a.       Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau menggulung tali pusat.
b.      Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva.
c.       Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial.
3.      Mengeluarkan plasenta
a.       Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjangdan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.
b.      Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak ± 5-10 dari vulva.
c.       Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit.
d.      Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m - Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh.
e.       Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual
4.      Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.
5.      Masase Uterus
a.       Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
6.      Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
a.       Kelengkapan plasenta dan ketuban
b.      Kontraksi uterus
c.       Perlukaan jalan lahir

Kompresi Bimanual Internal
Letakan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina, kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi pembuluh darah di dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang ditampung dalam pan. Jika perdarahan berkurang, teruskan kompresi, pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi atau hingga pasien sampai di tempat rujukan. Jika tidak berhasil, cobalah mengajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksaan atonia uteri


Gambar 1. Kompresi Bimanual Internal.

J.      Komplikasi Hemoragic Post Partum
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan:
  1. Syok hemorragic
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan
  1. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.
  1. Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi sistem endokrin.

K.    Pencegahan Hemoragic Post Partum
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggara pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pascapersalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
  1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keaadaan umum dan mengantisipasi setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal
  2. Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multipritas, anak besar, hamil kembar, dan lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan
  3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama
  4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
  5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun
  6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya


Perdarahan karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
1.      Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pascapersalinan akibat atonia uteri.
2.      Pemberian Misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 mg) segera setelah bayi lahir.

L.     Asuhan Keperawatan Hemoragic Post Partum
1.      Pengkajian
Pada kasus perdarahan postpartum seharusnya dilakukan pemeriksaan fisik secara keseluruhan dan lebih difokuskan pada:
a.       Aktivitas atau istirahat, dengan melaporkan kelelahan berlebihan
b.      Sirkulasi. Kehilangan darah pada kelahiran umumnya 400-500 ml (kelahiran per vaginam), 600-800 ml (kelahiran seksio caesarea) meskipun kehilangan darah sering diabaikan. Riwayat anemia kronis, defek koagulasi congenital atau incidental, serta idiopatik trombositopenia purpura.
c.       Integritas ego. Cemas,ketakutan, dan khawatir

Perdarahan postpartum awal (sampai 24 jam setelah kelahiran)
a.      Sirkulasi
1)      Perubahan TD dan nadi (mungkin tidak terjadi sampai kehilangan darah bermakna).
2)      Perlambatan pengisian kapiler.
3)      Pucat,kulit dingin/lembab.
4)      Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (plasenta tertahan).
5)      Dapat mengalami perdarahan per vaginam berlebihan,rembesan dari insisi caesarea atau episotomi, seperti: rembesan kateter intravena,injeksi intramuscular atau kateter urinarius,perdarahan gusi (tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata).
6)      Hemoragic berat atau gejala syok diluar proporsi jumlah kehilangan darah (inverse uterus).
b.      Eliminasi
Kesulitan berkemih dapat menunjukkan hematoma dari porsi vagina
c.       Nyeri / ketidaknyamanan
      Sensasi nyeri terbakar / robekan (laserasi), nyeri vulva / vagina / pelvis / punggung berat (hematoma), nyeri uterus lateral, nyeri panggul (hematoma ke dalam ligament luas), nyeri tekan abdominal (atonia uterus, fragmen plasenta tertahan), nyeri abdominal (inverse uterus).
d.      Keamanan
1)      Laserasi jalan lahir: darah merah terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi dengan baik,robekan terlihat pada labia mayora/minora dari muara vagina ke perineum, robekan episiotomy luas, ekstensi episiotomy ke dalam kubah vagina atau robekan pada serviks.
2)      Hematoma: unilateral,penonjolan masa tegang berfluktuasi pada muara vagina atau meliputi labia mayora,keras,nyeri pada sentuhan perubahan warna kemerahan atau kebiruan unilateral kulit perineum atau bokong (hematoma abdominal setelah kelahiran caesarea mungkin asimptomatik,kecuali pada perubahan tanda vital).
e.       Seksualitas
1)      Pembesaran uterus lunak dan menonjol,sulit dipalpasi,perdarahan merah terang dari vagina (lambat atau tersembunyi),bekuan-bekuan besar dikeluarkan dari masase uterus (atonia uterus)
2)      Uterus kuat,kontraksi baik atau kontraksi parstial dan agak menonjol (fragmen-fragmen plasenta yang tertahan).
3)      Fundus uterus terinversi mendekat pada kontak atau menonjol melalui os.eksternal (inverse uterus).
4)      Kehamilan baru dapat mempengaruhi hiperdistensi uterus (gestasi multiple polihidramnion,makrosomia) abrupsi plasenta,plasenta previa.

Perdarahan postpartum lambat (24-28 hari setelah kelahiran).
a.      Sirkulasi
1)      Rembesan kontinu atau rembesan tiba-tiba
2)      Kelihatan pucat,anemis
b.      Nyeri/ketidaknyamanan
1)      Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
2)      Ketidaknyamanan vagina/pelvis,sakit punggung (hematoma)
c.       Keamanan
1)      Lokia berbau busuk (infeksi)
2)      Ketuban pecah dini
d.      Seksualitas
1)      Tinggi fundus badan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (subinvolusi).
2)      Leukore mungkin ada
3)      Terlepasnya jaringan

Pemeriksaan diagnostik
a.       Golongan darah menentukan Rh,ABO,dan pencocokan silang.
b.      Jumlah darah lengkap menunjukan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putih (perpindahan ke kiri dan peningkatan laju sedimentasi menunjukkan infeksi).
c.       Kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi postpartum.
d.      Urinalitas: memastikan kerusakan kandung kemih.
e.       Profil koagulasi : peningkatan degradasi kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen masa tromboplastin parsial diaktivitas : masa tromboplastin partial (APTT/PTT) masa protrombin memanjang pada KID.
f.       Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

2.      Diagnosis Keperawatan
1.      Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan.
2.      Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia.
3.      Risiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
4.      Gangguan pola nafas yang berhubungan dengan intake O2 yang rendah.
5.      Nyeri yang berhubungan dengan episiotomy dan laserasi.
6.      Resiko tinggi terjadinya infeksi yang berhubungan dengan adanya trauma jalan lahir.
7.      Gangguan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan pengeluaran renin

3.      Intervensi Keperawatan
a.       Diangnosa 1        : Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan ditandai dengan asidosis, takipnea, dispnea, dan syok hipovolemik.
Tujuan                :  Volume cairan yang adekuat.
Kriteria Hasil      : Tanda – tanda vital dalam batas normal, pengisisan kapiler cepat (kurang dari 3 detik), sensorium tepat, input dan output cairan seimbang, serta berat jenis urine dalam batas normal.
Intervensi
1)      Kaji dan catat jumlah, tipe, dan isi perdarahan. Timbang dan hitung pembalut. Simpan bekuan dan jaringan untuk evaluasi oleh dokter. Rasional :
Perkiraan kehilangan darah, arterial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosis banding serta menentukan kebutuhan pengantian (1 gr  peningkatan berat pembalut sama dengan kurang lebih 1 ml kehilangan darah).
2)      Kaji lokasi uterus dan derajat kontrektilitas uterus. Dengan masase, penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua tepat di atas simfisis pubis.
Rasional :
Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosis banding. Peningkatan kontraktilitas myometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
3)      Perhatikan hipotensi dan takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar kuku,  serta membrane mukosa dan bibir.
Rasional :
Tanda-tanda menunjukan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan tekanan darah tidak dapat terdeteksi sampai volume cairan menurun hingga 30-50%. Sianosis adalah tanda ahkir dari hipoksia.
4)      Pantau masukan dan keluaran : perhatikan berat jenis urin.
Rasional :
Bermanfaat dalam memperkirakan luas / signifikansi kehilangan cairan.Volume perfusi atau sirkulasi adekuat di tunjukan dengan keluaran 3-50 %. Sianosis adalah tanda ahkir dari hipoksia.
5)      Pantau masukan dan keluaran : perhatikan berat jenis urin.
Rasional :
Bermanfaat dalam memperkirakan luas / signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi atau sirkulasi adekuat di tunjukan dengan huaran 3-50 per jam atau lebih besar.
6)      Berikan lingkungan yang tenang dan psikologis.
Rasional :
Meningkatkan relaksai, menurunkan ansietas, dan kebutuhan metabolik.
b.      Diagnosa 2          : Perubahan perpusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia ditandai dengan pengisian kapilari lamba, pucat, kulit dingin atau lembab, penurunan produksi ASI.
Tujuan                : Perpusi jaringan kembali normal.
Kriteriahasil       : TD, nadi darah arteri, Hb atau Ht dalam batas normal; pengisian kapilar cepat; fungsi hormonal normal menunjukan dengan suplai ASI adekuat untuk laktasi dan mengalami menstruasi normal.
Intervensi
1)      Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi, dan berat badan.
Rasional :
Nilai bandingan membantu menentu beratnya kehilangan darah. Status sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera karena kekurangan O2.
2)      Pantau tanda vital, catat derajat, dan durasi episode hipovolemik.
Rasional :
Luasnya keterlibatan hipofisi dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi. Peningkatan frekuensi pernafasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi ASI dosis metabolic.
3)      Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan perilaku.
Rasional :
Perubahan sensorium adalah indicator dini hipoksia, sianosis tanda lanjut, mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50mmHg.
4)      Kaji warna dasar  kuku mukosa mulut, gusi, dan lidah serta perhatikan suhu kulit.

Rasional :
Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital sirkulasi pada pembuluh darah perifer di turunkan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
5)      Kaji payudarah setiap hari, perhatikan ada atau tidaknya laktasi dan perubahan ukuran payu darah.
Rasional :
Kerusakan hipofisi anterior menurunkan kadar prolactin, mengakibatkan tidak adanya produksi ASI, dan ahkirnya menurunkan jaringan kelenjar payudarah.

Kolaborasi
1)      Pantau kadar Ph
Rasional :
Membantu dalam mendiagnosis derajat hipoksia jaringan atau asidosis yang di akibatkan oleh terbentuknya asam laktat dari metabolisme anaerobik.
2)      Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional :
Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi ke jaringan.

4.      Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah di rencanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk kesehatan lainya.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain.

5.      Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak di capai.



























Patway Hemoragic Post Partum.
Trauma jalan lahir, Episiotomy yang lebar, Laserasi perineum,        vagina dan serviks ruptur


Kegagalan kompresi pembuluh darah, miometrium hipotonus, retensi sisa plasenta
Gangguan koagulasi
perdarahan
Kehilangan vaskuler yang berlebihan
Gangguan sirkulasi
 











Kompensasi jantung
Ginjal mengeluarkan eritropoetin
MK :
Gangguan pada pola eliminasi
oliguria
Urine output menurun
GFR menurun
Vasokontriksi
paru
Sianosis respiratorik
Hipoksia
Intake O2
Nyeri, kemerahan, udema
Hematoma bagian atas vagina
MK :
Nyeri risiko tinggi infeksi
perifer
MK:
Perubahan perfusi jaringan
Pucat,kulit dingin / lembab
Keterlambatan pengisian kapiler
Hepovolemi (kurang suplay)
MK :
Gangguan pola nafas
Takipnea dyspnea
Takikardi hipertropi
Tidak terkompensasi
MK:
Resiko penurunan curah jantung
 


















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perdarahan postpartum adalah hilangnya darah lebih 500 ml selama atau setelah melahirkan. Berdasarkan gejala – gejala yang timbul pada pasien dalam skenario, pasien tersebut menderita perdarahan pasca persalinan. Penangan yang tepat dapat menyembuhkan dan menghindari resiko komplikasi pada pasien.
Pemeriksaan Untuk Mendiagnosa Pendarahan Post Partum dapat dilakukan dengan Anamnesis, pemeriksaan fisik yang meliputi tanda-tanda vital dan pemeriksaan penujang.
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan:
1.      Syok hemorragic
2.      Anemia
3.      Sindrom sheehan

Antisipasi terhadap perdarahan post partum dapat dilakukan sebagai berikut:
  1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keaadaan umum dan mengantisipasi setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal
  2. Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multipritas, anak besar, hamil kembar, dan lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan
  3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama
  4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
  5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan duku
  6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya

























DAFTAR PUSTAKA
Angsar, M. D. , 1999 , Perlukaan Alat-alat Genital dalam Ilmu Kandungan ,  Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Mitayani . 2009 . Asuhan Keperawatan Maternitas . Salemba Medika : Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar